Kamis, 10 Februari 2011

JENIS FORMASI BATUAN KALIMANTAN TIMUR

Formasi Pamaluan (Tomp), Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih batugamping dan batulanau; berlapis sangat baik. Batu pasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitam-kecoklatan, berbutir halus-sedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat, karbonan dan gamping. Setempat dijumpai struktur sedimen seilang-silang dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 meter. Batu lempung tebal rata-rata 45 cm, serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan antara 10 -20 cm. Batu gamping kelabu pejal, berbutir sedang kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batu lanau tua kehitaman. Formasi Pemaluan merupakan batuan palling bawah yang tersinggkap di lembar Samarinda dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal formasi lebih kurang 2000 meter. Berumur Oligosen sampai awal Miosen.


Formasi Bebuluh (Tomb), Batugamping terumbu dengan sisipan batu gamping pasiran dan serpih, warna kelabu padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat batu gamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih kelabu kecoklatan berseling dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina Sumatraensis Brady, Miogypsina Sp. Miogupsinaides SPP.., Operculina Sp., menunjukan umur Miosen awal – Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 meter. Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.

Formasi Pulaubalang (Tmpb), Perselingan antara graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batu lempung, batubara, dan tuf dasit. Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan muda kekuningan, mengandung foraminifera besar. Batugamping, coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar, batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalalm batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 – 40 cm. di S. Loa Haur, mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina howchina, Borelis sp., Lepidocyclina sp., Myogypsina sp., menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 – 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.


Formasi Balikpapan (Tmbp), perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 0,5 – 5 m. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20 – 40 cm, mengandung Foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran, mengandung Foraminifera besar, moluska, menunjukan umur Miosen Akhir bagian bawah – Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan delta, dengan ketebalan 1000 – 1500 m.


Formasi Kampungbaru (Tpkb), Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0.5 – 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, batubara/ lignit dengan tebal 0,5 – 3 m, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi, teballl 1 – 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir – Pilo Plistosen, lingkungan pengendapan delta – laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan.


Endapan Alluvium, Kerikil, pasir dan lumpur terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.

Minggu, 06 Februari 2011

rencana

IDENTIFIKASI PENCEMARAN AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN GEOLISTRIK DI DAERAH SEKITAR TPA (TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR).
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang
Masalah lingkungan dan pengembangan suatu wilayah saat ini dan ke depan merupakan permasalahan yang tidak bisa dilepaskan. Kondisi geografis, ketersediaan faktor pendukung yang berasal dari alam seperti kondisi geologi, curah hujan, air tanah, daerah resapan dan lahan hijau sudah mutlak harus dipertimbangkan karena akan menjadi penentu kenyamaan hidup manusia di dan sekitar lingkungan tersebut. Lebih jauh lagi masalah konservasi sumber-sumber alam seperti air dan lahan hijau di masa akan datang akan menjadi masalah utama.

Air adalah kebutuhan vital dalam kehidupan seperti untuk konsumsi minum dan aktivitas rumah tangga, industri, pertanian dan lain-lain. Begitu sentralnya fungsi air bagi kehidupan dan terus meningkatnya pemakaian air seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan dan konservasi air tanah sudah menjadi keharusan. Faktor-faktor seperti struktur top soil (tanah bagian atas) dan batuan ( termasuksifat-sifat fisisnya) dibawahnya sebagai akuifer dan reservoir air perlu menjadi pengetahuan bagi masyarakat, disamping itu pengetahuan tentang polutan, siklus air tanah yang meliputi daerah resapan, akuifer dan reservoir serta menejemen pemakaian air tanah juga menjadi hal yang sangat
penting bagi konservasi air tanah.

Bencana yang sering terjadi akibat faktor curah hujan dan kemampuan daya dukung lahan untuk menyerap dan menampung air hujan, memberikan akibat banjir di musim hujan dan kekeringan disaat musim kemarau. Untuk wilayah dataran seperti Samarinda banjir merupakan masalah yang tiap tahun terjadi ditambah lagi adanya pencemaran air permukaan dan air tanah karena saluran air dan sungai telah dijadikan sebagai sumber air sekaligus sebagai saluran pembuangan limbah oleh industri sekitarnya dan juga dari rumah tangga. Untuk hal ini sebelumnya telah dilakukan suatu penelitian geofisika untuk mendapatkan informasi struktur pelapisan batuan, jenis batuan dan daya tampung tanah atau batuan terhadap air sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan wilayah tersebut.

Metode geolistrik terbukti merupakan metode sederhana dalam pendeteksian kualitas air tanah. Dalam penelitian ini sebelum dilakukan metode geolistrik terlebih dahulu dilakukan pemetaan isokonduktivitas. Pemetaan isokonduktivitas dilakukan dengan mengambil air sumur penduduk kemudian mengukur nilai konduktivitasnya.

1.2 Rumusan masalah
a. Apakah air tanah di daerah penelitian memiliki kualias yang baik
b. Bagaimanakah pola penyebaran air bawah permukaandi daerah penelitian
c. Bagaimana struktur batuan penyusun yang ada di daerah penelitian
1.3 Tujuan penelitian
a. Mengetahui kualitas air tanah yang ada di daerah penelitian
b. Mengetahui pola penyebaran air tanah pada daerah penelitian
c. Mengetahui struktur batuan yang menghasilkan air tanah
1.4 Manfaat penelitian
a. Memberikan informasi kualitas dan kelayakan air tanah
b. Memudahkan dalam melakukan pengeboran sehingga air tanah yang diperoleh tidak tercemar
c. Memberikan informasi struktur batuan sehingga membantu proses pembangunan daerah setempat
d. Mencegah terjadinya penambahan populasi penyakit yang ditimbulkan oleh air tanah yang tercemar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geolistrik
2.1.1 Pengertian Geolistrik
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.2 Hidrologi
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5